Secara praktek memang hampir sulit membedakan antara dua masa salafus shalih, masa sahabat dan masa tabi'in, karena begitu dekat jaraknya antara zaman tabi'in dengan masa nabi Muhammad saw, namun secara ilmiyah dan historis, kita dapat menemukan akan perbedaan yang detail dan gamblang antara dua periode tersebut, karena dengan meninggalnya nabi saw telah menjadi batasan secara ilmiyah akan awal masa sahabat, sehingga umat yang hidup pada masa itu dianggap bahagiaan dari masa tabi'in, terutama mereka-mereka yang menjadi murid pada sahabat, menimba ilmu dari mereka; baik ilmu Al-Quran (tafsir) ataupun Sunnah.
Sedangkan dari sisi sejarah juga dapat ditemukan akan perbedaan dua masa tersebut, yaitu sejak meninggalnya sahabat nabi saw. Namun dapat kita simpulkan disini bahwa masa keemasan Islam itu terdapat pada ini juga, seperti yang telah disampaikan oleh nabi dalam hadits yang tertera di atas.
Adapun yang dimaksud dengan tabi'in adalah orang-orang beriman yang tidak bertemu dengan Nabi Muhammad saw, akan tetapi bertemu dan belajar agama Islam dengan Sahabat-Sahabat Nabi Muhammad saw.
Diantara para tabi'in yang terkenal pada masanya adalah mereka yang telah banyak menimba ilmu dari para sahabat. Hal itu terjadi karena semasa hidupnya para sahabat tidak tinggal diam, namun terus berdakwah menyampaikan apa yang telah didapat, dilihat dan didengar dari nabi mereka. Sehingga tidak salah kalau diantara mereka banyak mendirikan madrasah tafsir; seperti
1. Madrasah Mekkah yang dipimpin oleh Abdullah bin Abbas.
2. Madrasah Madinah yang dipimpin oleh Ubay bin Ka'ab.
3. Madrasah Kufah, Iraq yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas'ud.
Ibnu Taimiyah berkata: "Adapun tafsir, yang paling memahaminya adalah penduduk Makkah, karena mereka adalah murid dari Abdullah bin Abbas, seperti Mujahid, Atho bin Abi Rabah, Ikrimah maula Ibnu Abbas, Sa'id bin Jubair, Thawus, dan ulama tabi'in lainnya. Begitupun penduduk Kufah dari murid imam Abdullah bin Mas'ud seperti Al-qamah bin Qais, Masruq, AL-Aswad bin Zaid, Murrah Al-Hamdani, 'Amir As-Sya'bi, Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah bin Da'amah As-sudusi serta ulama tabi'in lainnya, dan ulama penduduk Madinah, murid dari imam Ubay bin Ka'ab, seperti Zaid bin Aslam, Abdurrahman dan Abdullah bin Wahab, dan ulama tabi'in lainnya". (Lihat Tafsir wal mufassirun: jil. 1 hal 101)
Dan dari tiga madrasah itulah para tabi'in menimba ilmu dari para sahabat dimana mereka tinggal, terutama ilmu yang berkaitan dengan tafsir dan hadtis nabi saw, dan mereka mendapatkan riwayat hadits nabi langsung dari lisan para sahabat, menerima penjabaran tafsir Al-Quran sehingga setelah itu mereka menjadi ulama tafsir dan hadits terkemuka. dan dari merekalah tersebar ilmu-ilmu tafsir, ilmu hadits dan ilmu-ilmu lainnya, walaupun pada masa saat itu ilmu-ilmu yang disampaikan belum dibukukan namun hanya disampaikan melalui talaqqi dan tadris saja.
Dan secara histori interaksi mereka terhadap Al-Quran begitu intens, sehingga dengan pemahaman mereka terhadap Al-Quran menjadikan dunia cerah dan mampu mempertahankan posisi mereka sebagai sebaik-baik zaman dan abad sebagaimana yang disabdakan oleh nabi saw sebelumnya.
Adapun pandangan mereka terhadap kitab Al-Quran adalah sebagai berikut:
1. Al-Fudhoil bin Iyadl berkata : "Selayaknya bagi para penghapal Al-Quran tidak membutuhkan kepada seorangpun dari penguasa dan orang yang berada dibawah mereka, namun hendaknya merekalah yang membutuhkan kepadanya". Beliau juga berkata : "Para penghafal Al-Quran adalah para pembawa panji Islam, tidak layak bagi mereka ikut lalai bersama orang yang lalai, lupa bersama orang yang lupa, tidak sesat bersama orang yang sesat, demi mengagungkan Al-Quran…" (At-Tibyan 28-29, dan Ihya Ulumuddin : 1 : 499)
2. Ibrahim Al-Khowash –disebutkan namanya Ibrahim An-Nak'I- berkata : "Obat hati ada lima : membaca Al-Quran dan mentadabburkannya, mengosongkan perut, qiyamullail, memohon ampun di waktu sahur dan duduk bersama para shalihin".
3. Al-A'masy berkata : "Ketika saya masuk kerumah Ibrahim (An-Nakh'I) yang sedang membaca Mushaf, namun ada seseorang meminta izin kepadanya maka belaiupun menutup mushafnya !! dan dia berkata : Tidak seorangpun saya melihat seseorang membaca Al-Quran setiap saat kecuali anda". Dari Abu Al-'Aliyah berkata : Saat duduk bersama sahabat Rasulullah saw maka seorang dari mereka berkata : Semalam saya membaca Al-Quran segini…, mereka berkata : ini adalah nasibmu-ganjaran- darinya". Seakan-akan tidak ada ganjaran lain dari sisi Allah, karena meminta pujian dari manusia, karena itu dia mengambilkan upah sebagai pujian dari manusia. (At-Tibyan : 60)
4. Dari Thowus berkata : "Sebaik-baik manusia yang indah bacaan Al-Quran adalah yang lebih takut kepada Allah". (Fadoil Al-Quran, Ibnu Katsir : 36)
5. Abu Abdurrahman bin Habib As-Sulmi Al-Kufi telah pensiun dari mengajarkan Al-Quran kepada manusia semenjak Utsman menjadi khalifah sampai musim haji tiba…mereka berkata; bahwa batas beliau mengajarkan Al-Quran selama 70 tahun". (Fadail Al-Quran : 40)
6. Ad-Dhohak bin Muzahim berkata : "Tidak ada seoranpun yang belajar Al-Quran lalu dia melupakannya kecuali akan menerima dosa, karena Allah SWT berfirman : "Tidak ada musibah yang menipa seseorang kecuali karena ulah mereka sendiri". (Asy-Syura : 30) karena sesungguhnya melupakan Al-Quran adalah merupakan musibah terbesar".
7. Ibnu Abu Al-Jawari menyebutkan : "Saat kami datang menghadap Fudhoil bin Iyadl beliau sedang berjamaah, lalu kami berdiri di depan pintu dan tidak diizinkan masuk, akhirnya sebagian dari kami berkata : jika beliau menginginkan sesuatu maka akan kami persilahkan dari kami membaca Al-Quran ! maka kamipun memerintahkan salah seorang membaca Al-Quran lalu iapun membaca, maka muncullah suara memerintahkan kami ke dalam, maka kamipun berkata : Assalamua 'alaika warahmatullah, beliau menjawab : Wa'alikumussalam. Kami berkata kepadany a: Bagaimana keadaan anda wahai Abu Ali, dan keadaanmu ? baliau menjawab : Berkat Allah SWT dalam keadaan sehat, dan diantara ada yang sakit, dan sesungguhnya tidak ada diantara kalian yang menimpanya dalam Islam, sungguh kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami akan kemabli ! bukan begini kami menuntut ilmu, namun kami datang kepada guru dan kami menyangka kami tidak berhak duduk bersama mereka, maka kami duduk ditempat lain dan menjadi pendengar, jika ada penjelasan terhadap suatu hadits maka kami bertanya kepada mereka pengulangannya dan kami ikat –hapal- terus, namun kalian ingin menuntut ilmu karena kebodohan, dan kalian telah menyia-nyiakan Kitabullah, seandainya kalian menerapkan Kitabullah maka kalian mendapati didalamnya Syifa –penyembuh yang ampuh- sesuai dengan keinginan kalian. Kami berkata : Kami telah belajar Al-Quran ! beliau berkata : Kalian belajar Al-Quran hanyalah sekedar kesibukan untuk menghabiskan umur kalian dan anak-anak kalian. Apa maksudnya wahai Abu Ali ? beliau berkata : kalian jangan belajar Al-Quran sampai kalian memahami I'rabnya, muhkam dari mutasyabihnya, naskh dari mansukhnya, jika kalian telah mengetahui hal tersebut maka tidak perlu kalian mendengar ucapan Fudhoil dan Ibnu uyainah". (Al-Qurtubi : 1 : 23)
8. Mujahid berkata : "Makhluk yang paling dicintai Allah adalah orang yang mengamalkan apa yang telah Allah turunkan - Al-Quran-". (Al-Qurtubi 1 : 26)
9. Al-Hasan Al-Basri berkata : "Demi Allah, tidak pernah Allah menurunkan ayat kecuali Dia akan cinta kepada seseorang yang mengajarkan apa yang telah diturunkan dan memahami maksud yang terkandung didalamnya". (Ihya Ulumuddin : 1 : 1 : 499)
10. Abu Sulaiman Ad-Darami berkata : "Az-Zabaniyah akan lebih cepat menuju kepada para penghafal Al-Quran yang berbuat maksiat kepada Allah dari mereka ketimbang orang yang menyembah berhala…" (Ihya ulumuddin : 1 : 499)
11. Al-Hasan Al-Basri berkata : "Sesungguhnya kalian menjadikan Al-Quran beberapa fase, sedangkan dimalam harinya kalian jadikan satu kumpulan, kalian mengendarainya namun kalian jadikan beberapa etape..padahal umat sebelum kalian memandangnya surat-surat dari Tuhan mereka, mereka mentadabburkannya di malam hari dan mengamalkannya disiang hari". (Al-Ihya : 1 : 500)
12. Malik bin Dinar berkata : "Apa yang telah Al-Quran tanamkan di dalam hati kalian wahai para penghafal Al-Quran ? sesungguhnya Al-Quran adalah seperempat orang beriman, sebagaimana hujan bagian dari seperempatnya bumi…
13. Qatadah berkata : "Tidak duduk seseorang belajar Al-Quran kecuali baginya penambahan dan atasnya kekurangan. Allah SWT berfirman : "Dan Kami turunkan Al-Quran yang terdapat didalamnya Penyembuh dan Rahmat bagi orang-orang beriman dan tidak akan bertambah bagi orang-orang yang dzalim kecuali kerugian". (Al-Isra : 82)
14. Tsabit Al-Banani berkata : "Al-Quran direngkuh selama 20 tahun kemudian memberikan kenikmatan selama 20 tahun pula". (Al-Ihya : 1 : 522)
15. Berkata Mujahid dalam menafsirkan Firman Allah : "Meraka membaca Al-Quran dengan penuh kesungguhan". (Al-Baqarah : 121) Mereka mengamalkan Al-Quran dengan benar".
16. Al-Hasan Al-Basri berkata : "Sesungguhnya Al-Quran dapat dibaca oleh seorang hamba dan anak kecil yang mereka tidak mengetahui cara membacanya…tidak bisa mentadabburkan Al-Quran kecuali hanya mengikuti, tidak bisa menghafal huruf-hurufnya dan batasan-batasannya…sampai salah seorang dari mereka berkata : Saya telah membaca Al-Quran seluruhnya dan tidak ada yang tertinggal satu hurufpun. Padahal demi Allah dia telah menggugurkan seluruhnya, Al-Quran tidak dia aplikasikan dalam prilaku dan amalnya..yang lainnya berkata saya telah membaca Al-Quran dengan satu nafas ! Demi Allah mereka bukanlah orang membaca Al-Quran, bukan para ulama, para pemimpin dan ahli waro, ketika muncul para huffadz seperti demikian, maka Allah tidak akan mengembangbiakkan orang seperti itu…". (Az-Zuhd : 274)
17. Qatadah berkata dalam menafsirkan firman Allah : "Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna". (Al-Mu'minun : 3) Telah datang kepada mereka Al-Quran, demi Allah merupakan perintah dari Allah, mereka tidak pernah terjerumus dalam kebatilan, maksudnya adalah mereka berusaha menghindar dan menjauhi". (Az-Zuhd : 276)
Sumber asal: http://www.al-ikhwan.net
0 comments:
Post a Comment